GERKAN
DI/TII
DII
TII sebenarnya hanyalah suatu persamaan dari kata NII, berdasarkan namanya
tentulah organisasi ini berjuang atas nama Umat Islam yang ada di seluruh
Indonesia. Nama NII sebenarnya kependekan dari “Negara Islam Indonesia” dan
kemudian banyak orang yang menyebutkan dengan nama Darul islam atau yang
dikenal dengan nama “DI” arti kata darul Islam ini sendiri adalah “Rumah Islam”
dari kata tersebut dapat kita ambil pengertian bahwa organisasi ini merupakan
tempat atau wadah bagi umat islam yang ada di Indonesia untuk menyampaikan
aspirasi-aspirasi mereka, agar aspirasi-aspirasi mereka dapat tertampung dan dapat
terorganisir sehingga berguna bagi umat islam di Indonesia.
Gerakan atau organisasi ini bertujuan untuk
menjadikan Negara Indonesia ini menjadi Negara yang berdasarkan atas
dasar-dasar pokok agama islam atau atas dasar-dasar Hukum Islam yaitu
berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist, karena pada saat itu Negara Indonesia yang
baru saja memproklamirkan diri menjadi suatu Negara yang berdaulat dan masih
carut marut di berbagai bidang baik bidang politik, ekonomi dan militer. Atas
dasar itulah para pemimpin-pemimpin Pusat Majelis Islam menganggap bahwa
keadaan Negara Republik Indonesia sedang vakum pemerintahan, artinya para
pemimpin tersebut menganggap bahwa Negara Indonesia itu sedang kosong dan perlu
dibentuk suatu Negara yang berdasarkan Hukum_Hukum Islam agar keadaan Negara
tersebut menjadi membaik dan bisa berkembang di bawah ajaran-ajaran Islam
tentunya.
Setelah
mendapatkan waktu yang tepat, para pemimpin Pusat Majelis Islam tersebut
mengumandangkan bahwa telah berdiri” Negara Islam Indonesia” pada tanggal 12
syawal 1368 H bertepatan pada tanggal 7 Agustus 1949. Proklamasi tersebut di
ucapkan oleh S.M Kartosuwiryodan para pembantu utamanya atas nama Umat Islam
bangsa Indonesia di kampung Cidugaleun, Kecamatan Cigalontang, Singaparna,
Tasikmalaya(di kaki gunung Galunggung) disilah saksi bisu berdirinya” Negara
Islam Indonesia”.
Bunyi atau isi dari naskah proklamasi tersebut
sebagai berikut :
“BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM”
Asyaduallaa Ilaaha illallaah wa Asyhadu anna
Muhammadar Rasullullah; Kami Umat Islam bangsa Indonesia, menyatakan;
berdirinya “Negara Islam Indonesia”. Maka Hukum yang berlaku atas Negara Islam
Indonesia itu, ialah Hukum Islam. Allahu akbar ! Allahu akbar ! Allahu akbar !
Atas
nama Umat Islam Bangsa Indonesia
Imam Negara Islam Indonesia
tt.
S.M Kartosuwiryo
Madinah- Indonesia, 12 Syawal 1368
7 agustus 1949
Teks proklamasi NII itu juga dilengkapi berbagai penjelasan-penjelasan
tentang beberapa hal yang menjadi dasar-dasar berdirinya NII serta beberapa hal
tentang pengertian NII itu sendiri.
Dalam perkembangannya DI menyebar keberbagai daerah
di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Aceh dan berbagai daerah lainya.
Namun karena DI ini dianggap memberontak pada pemerintahan Republik Indonesia
akhirnya S.M Krtosuwiryo ditangkap TNI dan di eksekusi pada tahun !962, kerena
pemimpin mereka ditangkap dan dieksekusi akhirnya organisasi ini peceh
keberbagai daerah, akan tetapi walaupun organisasi ini terpecah belah tpai tetap
eksis dengan cara diam-diam meskipun dianggap organisasi illegal oleh
pemerintahan Indonesia.
Selain itu perkembangan perkembangan tersebut DI ini
mampu memunculkan pemimpin-pemimpin pada dearah-daerah tertentu seperti :
1. Gerakan
DI/TII DAUDBEUREUEH
2. Gerakan
DI/TII IBNU HADJAR
3. Gerakan
DI/TII AMIR FATAH
4. Gerakan
DI/TII KAHAR MUZAKKAR
Gerakan yang dipimpim oleh Daudbeureueh ini terjadi didaerah Aceh,
gerakan ini muncul ketika Daudbeureueh memproklamasikan diri serta menyatakan
bahwa Aceh merupakan bagian dari Negara Islam Indonesia. Daudbeureueh pernah
menjabat sebagai"Gubernur Militer Daerah Istimewa Aceh" sewaktu
agresi militer pertama Belanda pada pertengahan tahun 1947. Sebagai Gubernur
Militer ia berkuasa penuh atas pertahanan daerah Aceh dan menguasai seluruh
aparat pemerintahan baik sipil maupun militer. Sebagai seorang tokoh ulama dan
bekas Gubernur Militer, Daud Beureuh tidak sulit memperoleh pengikut. Daud
Beureuh juga berhasil memengaruhi pejabat-pejabat Pemerintah Aceh, khususnya di
daerah Pidie. Untuk beberapa waktu lamanya Daud
Beureuh dan pengikut-pengikutnya dapat mengusai sebagian besar daerah Aceh
termasuk sejumlah kota.Namun ketika bantuan datang dari Sumatra Utara dan
Sumatra Tengah, operasi pemulihan keamanan ABRI ( TNI-POLRI ) segera dimulai.
Setelah didesak dari kota-kota besar, Daud Beureuh meneruskan perlawanannya di
hutan-hutan. Penyelesaian terakhir Pemberontakan Daud Beureuh ini dilakukan
dengan suatu " Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" pada bulan
Desember1962 atas prakarsa Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel Jendral
Makarawong.
Gerakan DI/TII selanjutnya dipimpim
oleh Ibnu Hadjar, pemberontakan ini terjadi pada bulan Oktober 1960 di
Kalimantan Selatan. . Para pemberontak melakukan pengacauan dengan menyerang
pos-pos kesatuan ABRI (TNI-POLRI). Dalam menghadapi gerombolan DI/TII tersebut
pemerintah pada mulanya melakukan pendekatan kepada Ibnu Hadjar dengan diberi
kesempatan untuk menyerah, dan akan diterima menjadi anggota ABRI. Ibnu Hadjar
sempat menyerah, akan tetapi setelah menyerah dia kembali melarikan diri dan
melakukan pemberontakan lagi sehingga pemerintah akhirnya menugaskan pasukan
ABRI (TNI-POLRI) untuk menangkap Ibnu Hadjar. Pada akhir tahun 1959 Ibnu Hadjar
beserta seluruh anggota gerombolannya tertangkap dan dihukum mati.
Gerakan DI/TII berikutnya dipimpin
oleh Amir Fatah, gerakan ini terjadi didaerah Jawa Tengah. Sebelumnya Amir
Fatah adalah bagian dari orang-orang Indonesia namun karena berbagai alasan
akhirnya diapun membangkan, alsan-alasan tersebut seperti; . Pertama, terdapat
persamaan ideologi antara Amir Fatah dengan S.M. Kartosuwirjo, yaitu keduanya
menjadi pendukung setia Ideologi Islam. Kedua, Amir Fatah dan para pendukungnya
menganggap bahwa aparatur Pemerintah RI dan TNI yang bertugas di daerah
Tegal-Brebes telah terpengaruh oleh "orang-orang Kiri", dan
mengganggu perjuangan umat Islam. Ketiga, adanya pengaruh "orang-orang
Kiri" tersebut, Pemerintah RI dan TNI tidak menghargai perjuangan Amir
Fatah dan para pendukungnya selama itu di daerah Tegal-Brebes. Bahkan kekuasaan
yang telah dibinanya sebelum Agresi Militer II, harus diserahkan kepda TNI di
bawah Wongsoatmojo. Keempat, adanya perintah penangkapan dirinya oleh Mayor
Wongsoatmojo. Hingga kini Amir Fatah dinilai sebagai pembelot baik oleh negara
RI maupun umat muslim Indonesia.
Ada juga gerakan DI/TII yang
dipinpin oleh Kahar Muzakkar pemberontakan ini terjadi pada Sulawesi Selatan. Pemerintah
berencana membubarkan Kesatuan Gerilyawan Sulawesi Selatan(KGSS) dan anggotanya
disalurkan ke masyarakat. Tenyata Kahar Muzakkar menuntut agar Kesatuan Gerilya
Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan delam satu brigade
yang disebut Brigade Hasanuddin di bawah pimpinanya. Tuntutan itu ditolak
karena banyak di antara mereka yang tidak memenuhi syarat untuk dinas militer.
Pemerintah mengambil kebijaksanaan menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps
Tjadangan Nasional(CTN). Pada saat dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima
Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakkar beserta para pengikutnya melarikan
diri ke hutan dengan membawa persenjataan lengkap dan mengadakan pengacauan.
Kahar Muzakkar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia dan
menyatakan sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus1953.
Tanggal 3 Februari 1965, Kahar Muzakkar tertembak mati oleh pasukan ABRI (TNI-POLRI)
dalam sebuah baku tembak. Demikianlah akhir dari pemberontakan Kahar Muzakkar.
Oleh : Wisnu Happy Eko Saputro